Menggugat Model Pembangunan di Maluku Utara

15/09/2023 11:27 WIB

post-img

Maluku Utara dengan luas wilayah 140.255,32 km², sebagian besar berupa laut 106.977,32 km² (76,27%). Sisanya, 33.278 km² (23,73%) daratan, berada di jalur ring of fire atau cincin api dan menghadapi berbagai bencana.

Sekitar 11 jenis bencana jadi ancaman. Maluku Utara juga memiliki 3.568  daerah aliran sungai (DAS) dengan total luasan 3.148.431,35 Hektare.

Maluku Utara pulau kecil ini, telah menjadi sasaran empuk bagi kepentingan kapitalisme pertambangan. Ekspansi kapitalisme pertambangan di Maluku Utara seturut dengan model pembangunan yang tak pernah berubah sejak rezim Soeharto hingga Jokowidodo.

Melalu model pembangunan yang kapitalistik. Maluku Utara kini bercokol berbagai Izin Usaha Pertambangan. Dari daratan, luas Malut 3.327.800 hektar (33.278 km2). Catatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Malut, lebih 2 juta hektar menjadi pertambangan dengan 335 izin. Dari situ, ada tiga perusahaan tambang memegang kontrak karya. Yakni, PT Aneka Tambang (Antam), PT Weda Bay dan PT Nusa Halmahera Mineral (NHM). Sisanya, izin usaha pertambangan oleh daerah.

Model pembangunan yang bertumpu pada kapitalisme pertambangan. Telah membawa dampak yang begitu besar di Maluku Utara.Perubahan pola produksi masyarakat. Dari masyarakat agraris dan nelayan berubah menjadi buruh-buruh di berbagai perusahaan tambang. Karena sifatnya yang sangat akumulatif, eksploitatif dan ekspansif. Perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut tidak memberikan distribusi kesejahteraan yang adil dan setara.

Tapi justru melahirkan berbagai bencana. Bencana Ekologis : Deforestasi jutaan hektar. Data dari Tempo menyebutkan bahwa satu juta hutan di Maluku Utara diperkirakan akan punah. Akibat lainnya yang terjadi banjir bandang, pencemaran lingkungan (pembuangan limbah di sungai dan di laut), dan lainnya. Bencana ekologis ini terjadi setiap tahun di Maluku Utara.

Terkhusus di daerah Lingkar Tambang. Paling terbaru saat ini ialah perubahan warna air Goa Bokimurur dan Sungai Sagea. Pengrusakan alam di Gunung Wato-wato dan Banjir di kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park Halmahera Tengah. Bukan hanya Halmahera Tengah, berbagai wilayah di Maluku Utara juga mengalami nasib yang sama.

Bencana Hilangnya Ruang Hidup : masyarakat telah kehilangan ruang sumber kehidupan dan penghidupan mereka. Sungai-sungai yang biasa dikomsumsi kini telah dialih fungsi menjadi masuk wilayah pertambangan. Tanah-tanah kebun dan adat dirampas secara halus dan kasar untuk kepentingan pertambangan. Kampung-kampung yang dihuni masyarakat menjadi kumuh, udara yang kotor,dan lain-lain. Air laut tercemar, ikan-ikan semakin jauh. Banyak tumbuhan-tumbuhan obat hilang. Serta banyak sekali ruang yang harus hilang akibat aktivitas kapitalisme pertambangan.

Bencana Pemiskinan : masyarakat yang telah rusak lingkungan dan kehilangan ruang hidup. Harus berhadapan dengan upah yang murah, kondisi kerja yang tidak baik, serta berbagai kebijakan undang-undang yang semakin mencekik. Seperti undang-undang Omnibus Law. Berhadapan dengan upah murah, masyarakat pun harus menanggung beban pendidikan maha, kesehatan mahal, bahan bakar minya mahal, bahan pokok mahal, perumahan mahal dan berbagai kekerasan, pembununuhan, pemerkosaan, serta lainnya.

Situasi demikian melahirkan berbagai prespektif untuk keluar dari model pembangunan kapitalistik tersebut. Pertama prespektif yang mengatakan bahwa tambang bukanlah solusi. Mereka menganggap bahwa segala problem yan terjadi di Maluku Utara itu akibat dari tambang. Mereka pun menolak industrialisasi dan ingin kembali hidup seperti zaman dulu. Zaman dimana masyarakat berkebun, dengan alat pertanian tradisional. Kedua prespektif yang mengatakan bahwa berbagi problem yang terjadi itu karena regulasi dan prilaku penguasa. Regulasi yang dibuat tidak pernah berpihak pada rakyat dan prilaku penguasa oligarki hanya mementingkan diri sendiri.

Prespektif pertama dan kedua secara logika formal bisa menjadi solusi. Namun tak membongkar akar persoalan sebenarnya. Karena bagi penulis kita tak harus anti industrialisasi dan kemajuan teknologi. Apalagi sampai ingin kembali ke zaman dulu. Karena secara materialisme historis masyarakat yang hidup di zaman duli justru lebih menderita. Demikian berulang kali ganti penguasa dan regulasi, tak akan merubah apapun. Kalau kita semua tidak pernah mengugat model pembangunan ala kapitalisme. Jadi secara tegas saya katakan bahwa kapitalisme lah sumber dari segala bencana di Maluku Utara.

Prespektif pertama dianggap sangat revolusioner bagi sebagian aktivis di Maluku Utara. Namun narasi kiri ini tak sedikitpun menyentuh akar persoalan. Tambang itu secara sederhana pengertiannya sumber daya alam yang dikelola. Masa kita mau musuhi sumber daya alam. Nah sehingga harusnya diganti dengan secara tegas menyebut kapitalisme pertambangan. Dengan menyebut kapitalisme (pertambangan), maka sudah tentu ada perjuangan kelas. Dan perjuangan kelas tentu akan menyatukan perjuangan kaum buruh di pabrik dan perjuangan melawan kerusakan lingkungan dan alam. Prespektif kedua yang sangat normatif juga tak lebih dari solusi reformis.

Model pembangunan kapitalisme ini harus digugat dan diganti dengan model pembangunan yang lebih baik. Lantas bagaimana cara menyelamatkan masyarakat Maluku Utara dari berbagai bencana? Kita memiliki perhatian yang besar akan masa depan alam dan planet ini, namun kita tidak memiliki kontrol atas industri-industri yang saat ini menyumbang pada kerusakan lingkungan. Meskipun elit-elit politik dunia beberapa kali bertemu untuk membahas mengenai isu ini namun sulit mencapai kesepakatan untuk menyelesaikannya.

Kapitalisme mengubah kemampuan seseorang untuk melihat tindakan mereka sendiri, antara lingkungan dengan alam sehingga apa yang bisa kita lihat dari para elit-elit politik saat ini tidak lebih dari representasi para pemilik perusahaan-perusahaan besar dan para bankir. Tanpa mengubah sistem ekonomi yang sedang berjalan sekarang bahkan tokoh yang bermaksud baik tidak mampu membuat pilihan rasional untuk kepentingan alam, manusia dan lingkungannya. Menghentikan efek yang merusak dari perusahaan-perusahaan ini adalah perlu mengakhiri kapitalisme. Bila kita tidak, maka keruntuhan alam dan masyarakat kita bisa diperhitungkan dan ancaman kiamat semakin nyata.

Model pembangunan yang baik bagi masa depan ummat manusia, pilihannya hanya sosialisme.  Sosialisme bertujuan untuk membagi-bagi kekayaan, bukan membagi-bagi kemiskinan. Sosialisme ingin memenuhi kebutuhan hidup seluruh kelas buruh dan rakyat. Untuk itu dibutuhkan perkembangan tenaga produktif, perkembangan dari seluruh sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Catatan: Jika tetap mempertahankan model pembangunan kapitalisme. Maka tahun 3000 bumi akan mengalami kehancuran. Orang-orang kaya akan berpindah kehidupan di bulan, Mars dan Venus. Dan mereka saat ini memanfaatkan kemajuan tekonologi luar angkasa dengan mebangun berbagai koloni. Lalu bagaimana dengan kaum buruh, dan rakyat miskin lainnya?

 

Ali Akbar Muhammad

Wasek Partai Buruh Maluku Utara

Caleg Dapil III Provinsi Maluku Utara