Dari Masa ke Masa: Agus Ruli Ardiansyah, Dia Yang Setia Membersamai Petani

08/02/2023 13:02 WIB

post-img

Pada Juli 1970 di Amerika Serikat, jutaan orang menggelar aksi protes kerusakan alam di auditorium, jalan dan taman. Aksi hebat ini bermuara pada terciptanya Hari Bumi. Hari yang kemudian diperingati di seluruh dunia. Sekira di waktu yang sama, nun jauh dari Amerika, pada bulan Juli 1970, Agus Ruli Ardiansyah terlahir di Jakarta. Berayah Minang, beribu Banten, Agus Ruli anak ke-3 dari lima bersaudara. Sementara ayahnya pekerja mandiri, ibunya seorang guru, Pegawai Negeri Sipil, yang sejak Agus Ruli belia gemar mengkhawatirkan putranya.

Agus Ruli melewati pendidikan dasar hingga atas di Pandeglang, Banten. Selepas itu, diiringi perekonomian keluarga yang tidak baik-baik saja, ia hijrah ke Garut. Menetap ke kota kakak perempuannya. Agus Ruli lantas meneruskan pendidikan strata satu di penghujung tahun 1980-an. Ia terdaftar sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Pertanian Garut. Menginjak tahun ketiga perkuliahan, Agus Ruli didapuk sebagai Ketua Senat Mahasiswa. Bersamaan dengan itu, pria pengagum Bung Karno ini terlibat aktif dalam pembentukan Forum Pemuda Pelajar Mahasiswa Garut (FPPMG). 

Di FPPMG ini lah Agus Ruli terseret ke ranah pengorganisasian massa rakyat pedesaan. Ladang, pesisir, dan gubuk petani makin diakrabi. FPPMG kemudian melahirkan berbagai organisasi mahasiswa, pemuda, dan rakyat, seperti Serikat Petani Pasundan (SPP). Dari sana jugalah terlahir Serikat Petani Indonesia (SPI). Di tempat dan periode itu hati Agus Ruli lamat-lamat bergeser ke jalan pergerakan. Untuk selanjutnya bersetia hingga akhir kepada perjuangan kaum tani.

Sejak muda Agus Ruli merupakan sosok yang humoris. Dia membawa humor ke pedesaan untuk mendekatkan yang jauh dan mengakrabkan yang dekat. Berjuang dengan gembira, mungkin itu yang bersemayam dalam fikirannya. Sehingga kesehariannya mengurus konflik agraria, masalah budidaya, dan jaminan harga di lewatinya dengan ceria. Dia tahu cara membuat rakyat kecil tertawa, dia suka melakukannya. Dia paham percandaan bisa menjadi lem untuk merekatkan massa dalam satu barisan juang.

Ditengah pemerintah otoriter Orde Baru, aktivitas perjuangan bersama petani tentu mengandung resiko yang tebal. Agus Ruli, satu dari sekian anak muda di zamannya yang memutuskan mengambil resiko besar. Kerapkali ibunya mengkhawatirkan itu. Lebih-lebih dia sering dipanggil aparat dan diringkus ke markas  tentara. Suatu ketika penahanan yang dialaminya juga dijejali kekerasan, fisik pun psikologis. Dipukuli dan diintimidasi aparat di masa itu, konon bak inaugurasi keabsahan menjadi aktivis.

Pernah, di Garut Selatan dirinya dianggap sebagai ‘Orang Sakti’. Bagi masyarakat awam di masa itu, apabila dibawa tentara, hidup seseorang tidak akan mudah. Namun nasib baik menghampiri: sepulang kerja advokasi tanah, pagi ditahan, sorenya diantarkan pulang. Itu menjadi cerita yang menghebohkan. Menjadi kasak-kusuk, betapa pria muda ini istimewa. Agus Ruli suka bercanda, tetapi dia ‘orang sakti’ pula, fikir beberapa petani.

Pengalaman panjang bersama rakyat membawa Agus Ruli dipercaya sebagai Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia (DPP-SPI), dan selanjutnya Ketua Majelis Nasional Partai Buruh. Menurut Agus Ruli, kesadaran membangun Partai Politik sudah ditegaskan pada Kongres-IV SPI di Banten tahun 2014. Agus Ruli menyakini mendirikan Partai Buruh merupakan wujud transformasi valid dari gerakan sosial ke gerakan politik.

Banyak orang mengupayakan persatuan buruh dan petani sebagai soko guru perubahan, tetapi tak semuanya beruntung mewujudkannya. SPI, termaksud Agus Ruli di dalamnya, berhasil tiba pada pencapaian itu. Bersama gerakan buruh, perempuan, pemuda, mahasiswa, PRT, guru, dan rakyat miskin kota, persatuan politik tersusun solid di bawah bendera Partai Buruh. Persatuan ini diyakini dan diamini oleh Agus Ruli akan membawa dampak bagi perubahan wajah politik Indonesia. Wajah politik yang selama berdekade lamanya didominasi oleh keserakahan dan ketidakadilan.

Agus Ruli insaf benar, siapapun yang bergiat di kolong langit ini akan diuji oleh konsistensi, termaksud Partai Buruh tanpa terkecuali. Apabila Partai Buruh konsisten membersamai perjuangan rakyat, partai ini akan bertumbuh hebat. Apabila perangai istiqomah menjadi lelaku politik partai, maka rakyat akan terus dan makin mendekat. Pengalamannya sejak muda di palagan perjuangan kelas membuatnya percaya, konsitensi yang akan membedakan mana pejuang dan mana pecundang.

Agus Ruli Ardiansyah saat ini menjadi Bakal Calon Legislatif DPR-RI untuk Daerah Pemilihan Banten I (Kab.Pandeglang dan Kab. Lebak). Pembela petani datang ke kancah pertarungan elektoral. Kisah seperti itu ada di Bolivia dalam sosok Evo Morales. Itu juga terjadi dalam gerakan petani di Brazil  MST (Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra). Tahun lalu MST mengirim enam kandidatnya di Pernambuco, Ceara, Bahia, Rio de Janeiro dan di Rio Grande de Sul. Agus Ruli percaya hanya soal waktu cerita sukses di belahan dunia lain akan terplagiasi di Indonesia.

Kabar baiknya, keputusan maju sebagai caleg bersambut dukungan utuh istri dan anaknya. Dukungan keluarga baginya merupakan bekal penting. Agus Ruli bertutur, Anie Afiana, istrinya, merupakan pasangan hidup yang tak terkalahkan. Perempuan yang sudi menerima asam getir kehidupan bersama aktivis seperti dirinya. Tahun 2024 tak akan terasa lama lagi tiba. Saat Pemilu digelar. Agus Ruli dikenal sebagai pria bersahaja yang pandai mendatangkan tawa. Kini saatnya dia menghadirkan tawa lebih luas lagi kepada mayoritas rakyat Indonesia. Kali ini dengan memenangkan agenda ‘negara sejahtera’.