Rakyat Berkumpul dan Bagaimana Posko Bisa Menjadi Fitur Penting Perjuangan PolitikĀ 

05/04/2023 07:52 WIB

post-img

Mereka sama sekali tak terlihat seperti kaum revolusioner. Tak ada atribut mencolok, slogan-slogan galak, atau sorot mata meruncing ala orator. Kecuali foto Che Guevara, ikon revolusi dunia, yang menempel di tembok, ruangan itu sama sekali tak mengandung hawa radikal. Steril dari air muka pelit tawa dan suara penuh gelegar yang kerap kita temui diantara aktivis tanah air.

Mereka ini para ibu dan nenek, juga pramusaji serta penyapu jalan. Perempuan-perempuan yang berkumpul dalam bilik tak cukup luas, di sebuah rumah semenjana pada sudut Caracas, ibukota Venezuela. Perempuan-perempuan ini berkerumun di sekitar mesin jahit. Membuat sandal motif kotak-kotak dan keranjang kain setengah rajutan untuk hadiah Natal. 

Cerita di atas tampak biasa saja. Tapi, di negara di mana puluhan tahun politik dijalankan dengan menghilangkan partisipasi rakyat, komunitas belajar menjahit bisa menjadi media bagi transformasi menyeluruh sebuah bangsa. Komunitas menjahit ini adalah bagian dari Círculos Bolivarianos alias Lingkaran Bolivarian. Sebuah blok massa terorganisir yang menjadi benteng revolusi Hugo Chavez.

Nama lingkaran itu sendiri diambil dari Simon Bolivar, putra lokal yang membebaskan sebagian besar Amerika Latin dari kolonialisme Spanyol pada awal abad ke-19. Nama yang sama dipakai pula oleh mendiang Hugo Chavez untuk memberi merk revolusinya, sejak mantan Letkol itu duduk dikursi kepresidenan tahun 1999.

Kira-kira dua tahun setelah resmi menjadi presiden, Hugo Chavez meminta pendukungnya  membentuk lingkaran tersebut. Membangun posko-posko. Mengajak rakyat berhimpun. Ada ragam lingkaran dibentuk oleh massa. Dari kelompok belajar menjahit seperti ibu-ibu tadi, pengasuhan anak-anak, hingga komunitas nelayan di Vargas, 20 mil sebelah utara Caracas.

Lingkaran Bolivarian bukan posko yang senyap. Riuh saat dibuka, lalu lamat-lamat 'jamuran' karena tak fungsional. Lingkaran Bolivarian melakukan pelayanan masyarakat dan pengorganisasian. Memecahkan masalah-masalah komunitas. Melakukan perencanaan pembangunan lingkungan tempat tinggal. Bahu membahu memenuhi kebutuhan di berbagai kota yang miskin dan desa di seluruh Venezuela.

Pun di dalam lingkaran itu  diajarkan hak dan tanggung jawab konstitusional warga negara, seiring dimenangkannya Konstitusi Bolivarian tahun 1999 lewat referendum. Lingkaran Bolivarian merupakan wadah akar rumput yang sukses mengawinkan kemampuan menjawab masalah penghidupan massa dan isian politik yang solid. Di sana ada koperasi, paguyuban warga, dan kelompok adat. Di sana ada ideologi politik.

Di Barrio La Palomera, Negara Bagian Miranda, warga (kebanyakan perempuan) dan tokoh masyarakat, mengorganisir penyediaan apotek komunitas. Lewat Lingkaran Bolivarian juga, mereka bekerja sama mempercantik dan membersihkan pemukiman La Palomera. Lingkaran Bolivarian lainnya, memusatkan pekerjaan untuk memberi makan yang lapar, mengadvokasi kesempatan pendidikan, serta mengamankan sumber daya usaha kecil.

Lingkaran Bolivarian lambat laun menjadi model dari demokrasi baru. Mewujud sebagai anti tesa demokrasi perwakilan yang sudah lama berkarat  Demokrasi yang dicekik elite lewat birokratisme, perilaku korup, dan feodalisme politik. Presiden Chavez benar-benar memenuhi janji kampanyenya: menyediakan alat untuk swadaya dan kesadaran politik rakyat. 

Lingkaran Bolivarian bekerja dengan modus operandi: keras dalam prinsip, luwes pada praktik. Bukan sebaliknya. Anggota Lingkaran Bolivarian tak harus menjadi partisan partai. Mereka disatukan oleh visi perubahan. Mereka terpanggil oleh seruan pria hebat yang mereka sebut El Comandante (Sang Komandan), Hugo Chavez.

Seperti yang dijelaskan Dr. Rodrigo Chavez, salah seorang koordinator Lingkaran Bolivarian, perbedaan antara Lingkaran Bolivarian dan organisasi rakyat lainnya terletak pada komitmen tegas untuk membela revolusi dan konstitusi Bolivarian1999. Pada puncaknya, Lingkaran Bolivarian menghimpun 2,2 juta anggota terorganisir di seantero Venezuela.

Pada suatu ketika, 11 April 2002 terjadi kudeta terhadap presiden Hugo Chavez. Kudeta ini dijalankan oleh trias kekuatan jahat: sebagian perwira tinggi militer, kelompok bisnis, dan pemerintahan Amerika. Mereka bersengkongkol menyingkirkan Chavez. Namun kudeta ini tak berlangsung lama. Tak sampai 48 jam, kekuasaan Hugo Chavez berhasil dipulihkan. 

Kekuataan utama yang memukul mundur kudeta, selain faksi tentara muda yang progresif, tentu saja adalah Lingkaran Bolivarian. Tak lama setelah kudeta meletus, Lingkaran Bolivarian memainkan peran vitalnya. Melakukan mobilisasi besar-besaran untuk mengepung istana Miraflores. Massa turun berlimpah ruah. Ibu-ibu tukang jahit yang membuat sepatu motif kotak-kotak ikut membuat sejarah.

Menengok ke tanah air, belum lama ini Partai Buruh me-launching pembentukan Posko Orange. Posko tersebut telah dan akan terus dibangun di beberapa titik. Posko dimaksud menjadi wadah pelayanan massa rakyat dan pengorganisiran politik. Di beberapa kota posko mulai bekerja, di tempat lain posko masih mencari jalan agar menemukan fungsi maksimumnya.

Kita tahu, Venezuela jelas berbeda dengan Indonesia. Kita bisa menghabiskan waktu seharian untuk menyusun daftar perbedaannya. Walau sama-sama dimulai dari posko, Lingkaran Bolivarian pasti saja tak mungkin diperbandingkan dengan Posko Orange yang masih belia. Tetapi apa yang telah dicontohkan rakyat jelata Venezuela memberi kita inspirasi valid. Bahwa, bilamana rakyat berkumpul dengan baik, maka ada potensi kekuatan tak terbatas yang bisa terhimpun. Dari titik inilah, sejarah memungkinkan untuk ditulis ulang.


*

Ditulis oleh: 
Adityo Fajar DH
(Kepala Bidang Ideologi dan Kaderisasi Partai Buruh)