Setelah Bentang Serbet Raksasa, 15.000 PRT Lancarkan Aksi Puasa Desak DPR Segera Sahkan RUU PPRT

15/02/2023 15:05 WIB

post-img

Jakarta - Puluhan Pekerja Rumah Tangga yan tergabung dalam Jala PRT dan Sapu Lidi PRT, membentangkan serbet raksasa di depan gedung DPR/MPR. Basahnya hujan, gerak angin yang mengencang tak membuat mereka gentar. (Rabu,15/2/2023)

Semangat yang membara memberi nuansa hangatnya solidaritas. Hari itu, bukan hari biasa, setidaknya bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT), mereka mengenangnya sebagai Hari PRT Nasional. Sebuah hari yang istimewa sekaligus pilu, mengingat hari itu tercipta dari sebuah peristiwa yang tragis. Tentang seorang bernama Sunarsih yang tewas akibat siksaan lapar dan aniaya oleh majikan, 22 tahun silam, di Surabaya. 

Pasalnya, peristiwa tragis serupa tak kunjung berhenti seolah dunia serempak memusuhi PRT. Tentu bukan sebuah takdir, melainkan kekerasan sistematis yang mengakar dalam sistem struktur ekonomi politik sosial masyarakat yang eksploitatif, sarat kekerasan dan diskriminatif. Perbudakan PRT tak pernah berhenti, meski dunia sudah bergerak maju dan sering membanggakan modernitas. 

Namun, kemajuan peradaban selalu mensyaratkan perubahan yang digerakkan oleh mereka yang berani. Demikianlah puluhan PRT ini menyatakan dirinya sebagai pemberani dengan tanpa lelah menuntut pengesahan RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) nyaris 2 dekade. Sebuah konsistensi yang patut diapresiasi dibanding pidato Presiden Jokowi yang baru periode ke dua berkuasa, akhirnya memberi statement supaya RUU PPRT segera disahkan. Betapa susahnya menagih janji negara untuk menjamin perlindungan bagi warga negara. Ini bukan semata keengganan pemegang kebijakan, lebih jauh lagi, ini adalah tentang tipisnya  perspektif dan keberpihakan negara kepada rakyat. Sehingga, tidak ada pilihan lain, kecuali terus mendesak dan memaksa negara untuk berpihak pada rakyat yang nir daya tawar. 

Aksi Pekerja Rumah Tangga di delapan kota hari ini (Jakarta, Medan, Madura, Surabaya, Semarang, Lampung, Tangerang Bandung),  yang telah digagas menjadi aksi Ribuan, dari bentang serbet raksasa hingga aksi puasa, adalah valid. Mengingat, parlemen dan pemerintah Indonesia sedemikian bebal untuk berpihak pada rakyatnya sendiri. Setidaknya hal itu tercermin dari penundaan pengesahan RUU PPRT hampir dua dekade. Beberapa catatan kekerasan terhadap PRT bahkan juga dilakukan oleh anggota parlemen maupun pejabat publik, seperti yang pernah dilakukan Ivan Haz pada tahun 2015 silam. 

"Kami meminta DPR supaya tidak menunda pengesahan RUU PPRT, kami meminta penjelasan bu Puan kenapa masih menunda pengesahan RUU PPRT dan tidak mencari alasan lain lagi" Ucap Yuni, salah seorang PRT yang juga aktivis Sapu Lidi PRT 

Menurut Lita Anggraini, Ketua Bidang Buruh Migran dan PRT, 1 hari penundaaan pengesahan RUU PPRT sama dengan membiarkan puluhan PRT korban berjatuhan dan hidup dalam kemiskinan yang berkelanjutan.

Data JALA PRT di tahun 2023, bahwa 2641 kasus, 79% mereka tidak  bisa menyampaikan situasi kekerasan karena akses komunikasi yang ditutup hingga mulai meningkat intensitas kekerasan  dan berujung pada situasi korban yang fatal.

"Hari ini kita aksi serbet raksasa mengenang Sunarsih yang meninggal pada Februari, 22 tahun lalu dan muncul terus Sunarsih yang lain, Itu menandakan negara tidak pernah hadir padahal sudah 20 tahun kami mengajukan RUU PPRT supaya disahkan. Bahkan, meski Presiden Jokowi sudah memberi statemen supaya RUU PPRT segera disahkan, tetap saja RUU PPRT belum dijadikan inisiatif di DPR. Karenanya, kalau sampai tgl 14 Maret belum ada kerja politik dari DPR, kami akan melakukan mogok makan!" Ujar Lita Anggraini. 

Lita menambahkan, siapapun bisa terlibat puasa sejak hari ini dan aksi mogok makan bila DPR terus menunda pengesahan RUU PPRT. Dukungan bisa diberikan dengan cara foto diri dengan poster "Saya siap mendukung pengesahan RUU PPRT dengan melakukan puasa" 
Puasa dan mogok makan merupakan simbol bagaimana PRT sering disiksa hingga kelaparan, sebagaimana yang dialami Sunarsih dan PRT lainnya. 

Selain membentangkan serbet, puluhan massa PRT juga melakukan aksi simbolik mengenakan kaos bertuliskan Puasa Keprihatinan dan Solidaritas untuk PRT, Korban Kekerasan & Perbudakan.