Perempuan Dalam Partai Buruh

19/09/2023 09:15 WIB

post-img

Ketika Liz Truss dilantik menjadi Perdana Menteri Inggris pada September tahun lalu, Partai Korservatif secara resmi menghasilkan tiga Perdana Menteri perempuan. Sementara salah satu rival klasiknya, Partai Buruh, belum membuahkan satu pun angka. Sembilan kali Partai Buruh menduduki kursi Perdana Menteri Inggris, ada enam nama, nol perempuan.

Partai Buruh partai tua. Usianya melampaui satu abad. Secara mencengangkan, mereka tak pernah sekalipun dikepalai perempuan. Jika menyimak daftar panjang pemimpin utama partai, di sana hanya ada satu foto perempuan terpajang. Namanya Derby South. Dia sempat mengetuai partai, bukan karena terpilih, melainkan akibat musibah. 

John Smith ketua Partai Buruh ke-14 meninggal mendadak di bulan Mei 1994. Pos ketua lowong seketika. Derby South lantas dioper sebagai pejabat sementara. Tugas temporer yang dia emban berlangsung sekejap. Tak lebih 70 hari. Lalu kembali diisi laki-laki. Sosok kondang di Partai Buruh seperti Harriet Harman dan Angela Rayner, mentok bertengger sebagai wakil ketua saja. 

Sampai hari ini, sudah 1.438 bulan Partai Buruh eksis di tanah Britania. Dalam periode sepanjang itu, kurang dari 3 bulan perempuan dipercaya untuk mengemudikan setir kekuasaan. Bahkan rezim feodalistik Inggris terasa lebih ramah, mengijinkan delapan ratu memerintah. "Sungguh memalukan dan amat salah!", sergah Harriet Harman dalam sebuah wawancara.

Bagaimana bisa partai yang dicitrakan progresif cum pengusung kesetaraan, kalah telak untuk satu urusan besar, dibanding kubu konservatif? Hal-hal seperti ini sangat bisa terjadi. Di dunia, banyak perkara yang tak sinkron antara apa yang dideklarasikan dengan amal perbuatan yang dijalani. Apalagi di politik, hipokrasi semacam itu nyaris dianggap lumrah.

Masalahnya jelas bukan pada kualitas politisi perempuan di negara itu. Partai Buruh memiliki 103 perempuan dari total 197 anggota parlemen mereka. Ada banyak kompetitor non-laki-laki yang unggul dalam pemilihan. Nyatanya anggota partai tetap memilih penanda otoritas yang paling jelas dalam masyarakat kita: menjadi seorang laki-laki artinya menjadi berkuasa.

Ada lagi masalah menyejarah yang belum terurai di sana. Yaitu akar dari partai itu sendiri. Tumbuh dari gerakan serikat buruh, Partai Buruh secara historis merupakan partai yang pada mulanya diperuntukkan bagi laki-laki kelas pekerja. Jumlah buruh laki-laki dominan pada masanya. Serikat-serikat buruh yang menjadi penopang partai, dikuasai kepemimpinan laki-laki. 

Bila oto kritik terus bergulir di Partai Buruh Inggris, lantas bagaimana dengan kita? Jika ada yang pergi ke situs resmi Partai Buruh dan membuka halaman susunan pengurus, di sana akan terpampang stratifikasi yang mencolok. Dua puluh lima nama pengurus teratas (high ranking leaders) seluruhnya berkelamin laki-laki. Baru di barisan ke-29 nama perempuan muncul pertama kali.

Ini adalah institusi kepemimpinan yang sangat maskulin. Yang setahu saya sidang presidiumnya dijejali oleh lebih dari 90% pria. Yang bila ada rapat-rapat umum partai, laki-laki yang satu akan bergiliran dengan laki-laki yang lain menguasai podium, dengan sesekali kepantasan diberikan kepada perempuan sebagai pembicara selingan.

Di daftar caleg partai, nomor urut atas dikuasai nyaris mutlak oleh gender non perempuan. Artinya peluang kader perempuan untuk tiba ke parlemen belum sebesar laki-laki. Fakta ini berkawin dengan realitas yang lebih banal. Bahwa, parlemen adalah tempatnya laki-laki! Walau mengalami peningkatan dibanding periode sebelumnya, tercatat hanya ada 120 perempuan dari  575 anggota DPR periode 2019-2024. Porsi ini baru setara 20,87%. Kecil sekali.

Perbaikan akan selalu menjadi pekerjaan besar. Kita tak akan bisa memenangkan perjuangan kelas tanpa memenangkan agenda perjuangan perempuan. Kecuali kita diam-diam mengangguk setuju, mengiyakan perempuan dimaknai serupa dekorasi. Yang digambarkan seperti bunyi penggalan puisi: "bunga pajangan/yang layu dalam jambangan/cantik dalam menurut/indah dalam menyerah".

Adityo Fajar - Ketua Kaderisasi dan Ideologi Partai Buruh