5 Juta Buruh Ancam Mogok Produksi Jika Gugatan UU P3 Tak Dikabulkan

16/07/2022 13:08 WIB

post-img

Jakarta - Para buruh mengancam akan melakukan aksi mogok produksi bilamana gugatan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) ditolak oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Aksi ini akan diikuti oleh 5 juta buruh dalam skala nasional.
Perihal ini disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, dalam konferensi pers KSPI yang disiarkan langsung melalui kanal Youtube Bicaralah Buruh. Said mengatakan, rencananya buruh akan melaksanakan 3 aksi dengan beberapa tuntutan berbeda.

Aksi yang pertama, kata Said, ialah rencana aksi KSPI dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSMI), Partai Buruh di Mahkamah Agung dan Mendagri pada 18 Juli 2022. Aksi ini membawa tuntutan mengenai upah yang diintervensi oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan tentang peraturan terkait dengan pengadilan perburuhan di MA dan Mendagri.

Lebih lanjut, Said menyampaikan, aksi yang berikutnya ialah aksi menyangkut upah minimum provinsi (UMP) DKI yang akan dilaksanakan di Balai Kota dan PTUN DKI.

"Aksi ketiga, mogok nasional stop produksi kalo gugatan UU P3 dari buruh dikalahkan dan dilanjutkan pembahasan Omnibus law. Tanggal dan bulan belum ditentukan," kata Said dalam konpres tersebut Jumat, (15/07/2022).
Dalam aksi yang belum ditetapkan waktu pastinya ini, Said menjelaskan, akan ada 5 juta buruh dari 34 provinsi dan 15 ribu pabrik yang turut berpartisipasi dengan menghentikan pekerjaannya.

"Melibatkan 5 juta buruh termasuk ojek online (ojol), pengemudi, petani, nelayan, pekerja rumah tangga (RT), buruh migran, dan kelompok-kelompok lain yang bernaung di Partai Buruh," ujarnya.
Ia mengancam, aksi ini akan digelar apabila gugatan UU P3 ditolak oleh hakim MK, dilanjutkan dengan DPR dan pemerintah memaksakan kehendak membahas omnibus law atau UU Cipta Kerja.

Sebagai tambahan informasi, aksi mogok produksi yang direncanakan akan digelar oleh buruh ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari gugatan yang dilayangkan oleh buruh menyangkut beberapa perkara. Pun perkara-perkara inilah yang juga melandasi penyelenggaraan kasi tanggal 18 di ibu kota.
Perkara pertama ialah mengenai intervensi kuat Mendagri terhadap proses penetapan UMP dan UMK oleh kepala daerah. Buruh menganggap, Gubernur di daerah-daerah sudah tidak punya keleluasaan dan tidak lagi berkomunikasi dengan kemenaker.

"Upah itu kan salah satunya domainnya kemenaker sebenarnya di nasionalnya. tapi sekarang gubernur lebih tunduk dan patuh terhadap menteri dalam negeri," tutur Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz dalam konpres tersebut.

"Besok Senin kami akan coba suarakan. Meminta mendagri untuk tidak terlalu ikut campur dalam proses Gubernur dalam menetapkan UMP dan UMK," tambahnya.
Perkara kedua, menyangkut revisi UU P3, di mana buruh menilai, UU ini dijadikan DPR untuk membawa Omnibus Law UU Cipta Kerja. Akhirnya memohon dan menggugat uji formil dan materiil terhadap UU P3 itu sudah bersidang kemarin tgl 14 Juli 2022.
Sementara itu, perkara berikutnya yang dipermasalahkan ialah Mahkamah Agung yang secara tiba-tiba menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021.

Surat ini dikeluarkan sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan. Yang dipermasalahkan ialah salah satu kamarnya, yakni kamar perdata khusus yang mengatur Pengadilan Hubungan Industrial menggunakan UU Cipta Kerja dalam memutuskan perkara.

Di sisi lain, sebelumnya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa UU Cipta Kerja atau Omnibus Law cacat formil. Sebagai lembaga tinggi hukum di RI, bagi para majelis hakim, SEMA itu diibaratkan sebagai fatwa. Oleh sebab itu, buruh meminta MK membatalkan atau setidaknya merevisi kamar PHI tersebut.

"Dengan demikian, apapun perselisihan yang dinaikkan sampai ke PHI, maka sudah dipastikan kaum buruh akan kalah total," ujar Riden.


Sumber : finance.detik.com
Penulis : Shafira Cendra Arini