Partai Buruh Daftarkan Judicial Review UU PPP ke MK Hari Ini

27/06/2022 15:06 WIB

post-img

--Sebaran Berita Partai Buruh dari berbagai Media--

TEMPO.COJakarta - Partai Buruh akan mendaftarkan judicial review Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP)Senin 27 Juni 2022 pukul 14.00 WIB ke Mahkamah Konstitusi. Koodinator Kuasa Hukum Partai Buruh Said Salahudin dan Muhammad Imam Nassef akan memimpin langsung pendaftaran uji materiil dan uji formil tersebut.

Akan ikut mengantar kuasa hukum mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi kurang lebih 150 orang buruh,” ujar Presiden Partai Buruh Saiq Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Senin, 27 Juni 2022.

Iqbal menuturkan bahwa judicial review dilakukan oleh Partai Buruh yang terdiri dari empat Konfederasi Serikat Buruh terbesar di Indonesia, 60 Federasi Serikat Buruh, SPI, JALA PRT, UPC, Forum Guru Honorer, Buruh Migran, dan Ojek online.

Pada pengujian materiil, kata Iqbal, pihaknya tidak menolak metode omnibus, tetapi meminta agar metode itu hanya boleh digunakan untuk penggabungan berbagai materi muatan ke dalam sebuah Undang-Undang.

“Sepanjang materi muatan yang digabungkan itu mempunyai kesaman subjek,” tuturnya.

Menurut Iqbal, tujuan dari petitum itu agar apabila Undang-Undang Ketenagakerjaan hendak diubah, maka perubahannya tidak boleh menggabungkan dalam satu Undang-Undang dengan materi muatan yang berkaitan dengan investasi dan lain-lain.

“Hal lainnya adalah kita meminta agar RUU yang sudah mendapatkan persetujuan bersama DPR dan presiden dan sudah disahkan secara materiil dalam Sidang Paripurna DPR tidak boleh diubah,” kata Iqbal.

Selain agenda judicial review, Partai Buruh juga akan melakukan kampanye internasional untuk menolak pembahasan kembali Undang-Undang Cipta Kerja. Tidak hanya itu, kata Iqbal, KSPI telah melapor ke Internasional Trade Union Confederance (ITUC) terkait regulasi itu.

Said Salahudin menjelaskan soal langkah Partai Buruh melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, dari aspek formil ada kerugian konstitusional, yang mana Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dianggap dibentuk tanpa kepastian hukum.

Menurutnya, Pasal 28 D Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum.

“Aspek kepastian hukum tidak terpenuhi. Mulai dari proses perencanaan, penyusunan, dan pembahasan. Ini membuat Partai Buruh merasa kepastian hukum yang dijamin konstitusi dilanggar,” ujarnya.

Kedua, pembentukan Undang-Undang mesti ada beberapa asas yang harus dipenuhi, seperti asas kedayagunaan dan kehasilgunaan. Salahudin menyatakan bahwa masyarakat seperti buruh, petani, dan nelayan tidak membutuhkan revisi UU PPP yang diduga memuluskan UU Cipta Kerja.

Salahudin menjelaskan, revisi UU PPP harus dibaca dalam satu rangkaian dengan omnibus law. Itu berdasarkan dari dalam penjelasan UU Nomor 13 Tahun 2022.

Disebutkan bahwa UU PPP diubah karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan UU Cipta Kerja. Tidak hanya itu, Salahudin melihat kerugian konstitusional karena tidak melibatkan buruh, petani, dan nelayan, yang seharusnya dilibatkan dalam revisi aturan tersebut.

“Jadi mengulangi UU Cipta Kerja, revisi UU PPP tidak ada ketelibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna. Padahal, secara teoritis, ini satu hal yang mutlak,” ungkapnya.

Omnibus, kata Salahudin, sebagai sebuah metode pembentukan undang-undang secara hukum memang diakui. Tetapi omnibus law mesti dilihat dengan korelasinya dengan antar undang-undang.


Sumber : tempo.co

Reporter : M. Faiz Zaki

Editor : Eko Ari Wibowo