Partai Buruh Wujudkan Indonesia Bahagia

18/05/2023 09:54 WIB

post-img

Mewujudkan Indonesia Bahagia, adalah takdir sejarah Partai Buruh. Mengapa? Jawabnya: karena Partai Buruh bercita-cita mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state). Lantas apa kaitan cita-cita welfare state dengan kebahagiaan? Sangat erat. 

Berdasarkan Laporan Kebahagiaan Dunia (World Happines Report), yang terbit setiap tahun sejak 2013, Negara-Negara di Dunia yang dikenal menganut sistem welfare state selalu menduduki peringkat tertinggi di Dunia. Seperti diketahui, Negara-Negara yang dikenal dengan kuatnya penerapan sistem welfare state adalah Negara-Negara Nordik: Finlandia, Islandia, Denmark, Swedia, dan Norwegia. 
Tiga Negara yang disebut awal (Finlandia, Denmark, dan Islandia) menduduki peringkat pertama sampai ketiga Negara paling Bahagia di Dunia. Sementara dua negara yang disebut belakangan (Swedia dan Norwegia) berturut-turut menduduki peringkat keenam dan ketujuh dari Indeks Kebahagiaan.
Menarik, bahwa kekayaan ekonomi suatu Negara belum  tentu sebanding dengan kebahagiaan Negara tersebut. Contohnya, Amerika Serikat yang merupakan perekonomian terbesar di Dunia ternyata dalam Indeks Kebahagiaan menduduki peringkat ke-15. China, perekonomian terbesar kedua, hanya menduduki peringkat ke – 64 dalam hal Indeks Kebahagiaan. Jepang, perekonomian terbesar ketiga, menduduki peringkat ke -47 dalam hal indeks kebahagiaan. 
Jadi, yang kaya belum tentu Bahagia. Manusia memerlukan hal-hal lainnya untuk mencapai kebahagiaan.  Maka, dalam evaluasi-evaluasi kehidupan di Laporan Kebahagiaan Dunia, selain (1) pendapatan perkapita, yang juga diukur adalah: (2) Kesehatan; (3) dukungan sosial, artinya punya (minimal) seseorang sebagai tempat bergantung; (4) memiliki kebebasan memilih; (5) kemurahan hati; dan (6) tingkat korupsi. 
Berdasarkan enam faktor tersebut, Indeks Kebahagiaan Indonesia ada di peringkat ke-84. Cukup memprihatinkan, karena di wilayah ASEAN hanya Kamboja (peringkat ke-115) dan Myanmar (peringkat ke-117) yang kurang bahagia dibandingkan Indonesia. Sementara negara tetangga yang lain, semuanya lebih tinggi Indeks Kebahagiaan-nya: Filipina (peringkat ke-76), Vietnam (peringkat ke- 65),  Thailand (peringkat ke-60), Malaysia (peringkat ke-55), dan Singapura (peringkat ke-25).
Singapura menjadi Negara paling Bahagia di ASEAN dan Asia, selain karena sangat tingginya pendapatan perkapita rakyatnya (US$ 82,700), jaminan kesehatan (dan sosial lainnya) terkelola sangat baik, penegakan hukum kuat, kepercayaan yang tinggi kepada institusi, dan bersihnya birokrasi dari korupsi merupakan faktor kunci. 
Indonesia coba kita lihat kondisinya. Pendapatan perkapita hanya US$4,700. Karena pemerintah belum sanggup menggenjot pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen seperti janjinya (terakhir kembali stagnan di 5 persen), sehingga masih jauh mimpi mencapai tingkat pendapatan perkapita setara Negara maju (US$ 12,000). Jaminan Kesehatan masih banyak yang perlu dibenahi. Penegakan hukum lemah, sehingga korupsi semakin menggila. Kepercayaan publik terhadap institusi semakin menurun. Pelanggaran HAM semakin meluas. Konflik kepentingan penguasa dan pengusaha secara vulgar dipertontonkan. Inilah yang membuat kita semua kurang bahagia.
Ada ditulis di Laporan Kebahagiaan Dunia tahun 2023, bahwa kebanyakan sistem etis menekankan bahwa Dunia adalah untuk semua orang, tidak hanya untuk sedikit orang yang beruntung, orang kaya, atau orang tertentu saja. Maka untuk mewujudkan Dunia yang seperti itu, hak asasi manusia yang paling minimum harus terjamin: hak makanan, perumahan, kebabasan, dan hak-hak sipil. Kita sepertinya cukup bersepakat dengan posisi para intelektual penyusun Laporan tersebut, karena ternyata sudah persis dengan program perjuangan Partai Buruh. Jadi politik Partai Buruh yang terus mengampanyekan 13 program perjuangan Partai Buruh membangun welfare state dapat disebut sebagai politik yang membawa kebahagiaan. 
Ini seiring seperti pemikiran Aristoteles tentang politik. Aristoteles adalah filsuf Yunani yang hidup 2300 tahun lalu yang merupakan mentor dari penguasa dunia, Alexander yang Agung (di dunia Islam dikenal sebagai Iskandar Zulkarnaen). Dalam salah satu karyanya (the Nicomachean Ethics), Aristoteles percaya bahwa politik sebaiknya bertujuan untuk mempromosikan “eudaimonia” atau kebahagiaan. ***