Nani Kusmaeni, Perempuan Hebat dari Jawa Barat

20/03/2023 17:44 WIB

post-img

Nani Kusmaeni, namanya terdengar akrab di banyak telinga. Nama itu kerap menggema, dibunyikan di jalanan kota, saat aksi demonstrasi atau mogok kerja. Lebih dari separuh hidupnya memang diabdikan untuk perjuangan bersama, khususnya kelas pekerja. Itu kenapa dia bukan sosok yang asing bagi kebanyakan gerakan buruh.

Jika harinya datang, pekik suara Nani Kusmaeni akan menggelegar, tak hirau walau disengat terik mentari yang membakar kulit. Merepresentasikan jati dirinya yang sesungguhnya sebagai perempuan kelas pekerja. Motto hidupnya singkat, tapi tak mudah diamalkan: bisa bermanfaat bagi orang banyak. Mengabdi untuk khalayak.

Perempuan berambut ikal ini berasal dari Jawa Barat. Tepatnya dari Indramayu, salah satu kabupaten yang terhampar di Pulau Jawa bagian Barat. Dia terlahir pada Februari 1974 di suatu hari yang cerah, dari pasangan orang tua desa yang bersahaja. 

Nani tumbuh besar di Indramayu. Menikmati masa kecil yang jauh dari berkelimpahan, buah dari kondisi keluarganya yang memang pas-pasan. Kehidupan yang serba kekurangan membuat Nani hanya mampu menamatkan pendidikan tingkat pertama. 

Pada akhirnya ia terpaksa pergi, menuju Bekasi. Di kota itu, Nani Kusmaeni mengejar sepasang pengharapan: melanjutkan sekolahnya di jenjang SMA dan meraih pekerjaan.

“Cita-cita saya cuma satu, keluar dari Indramayu, bagaimana bisa meneruskan sekolah dan bekerja. Karena secara finansial, perekonomian keluarga di Indramayu sangat minim. Sehingga ini menjadi motivasi, bagaimana bisa hidup lebih baik,” kenangnya.

Hijrahnya Nani Kusameni ke Bekasi, bukan sendiri. Ia pergi menyusul ayahnya, yang memang telah berpisah dengan ibunya. Ayahnya lebih dulu menjejakkan kaki di Bekasi, hidup dan bekerja di sana. Melalui pergulatan yang tak gampang, mimpi Nani kian mendekat nyata. 

Pada Juni 1993, Nani Kusmaeni  berhasil menamatkan pendidikan SMA. Bagi sebagian orang, mungkin ini pencapaian biasa-biasa saja. Sementara bagi tak sedikit lapisan terbawah kelas pekerja pada zaman itu, secarik ijazah SMA harus dimenangkan melalui keteguhan. Tak mudah. Bukan segampang membalikkan telapak tangan.

Seusai ijazah SMA dipegang, terbersit dalam benak Nani Kusmaeni untuk meneruskan pendidikan ke jenjang berikutnya. Namun keadaan kembali berbicara. Memaksanya mengubur impian, menggantikannya dengan pilihan lain yang ada. Bekerja mencari penghasilan.

Tak butuh waktu lama, perempuan berair muka tegas ini langsung bekerja di sebuah perusahaan asal Jepang. Perusahaan itu bergerak di bidang elektronik, berlokasi di salah satu kawasan industri Kabupaten Bekasi. Pekerjaan ini membuatnya  bisa turut menambal lubang ekonomi keluarga.  

Enam tahun bekerja, terbersit dalam pikirannya, upah yang diperolehnya stagnan. Hampir tak ada perbaikan. Setiap tahun monoton, begitu-begitu saja. Kalaupun ada kenaikan tidak seberapa. Sementara harga kebutuhan meningkat, biaya sewa kontrakan melonjak. Sehingga kenaikan upah yang tidak seberapa, dirasa sia-sia. Tiada arti.

Batinnya mulai berbicara, pekerjaan dilakukannya mati-matian, namun upah dan kesejahteraan tak kunjung sepadan. Menguat dalam pikirannya, dia harus melakukan sesuatu. Menuntut hak. Disadarinya, itu tidak mungkin diperjuangkan sendirian.

“Mulanya, tidak ada keinginan  bergabung ke dalam serikat pekerja. Tapi, ketidakmungkinan untuk berjuang sendirian itulah yang memaksa saya bergabung ke dalamnya,” terang Nani perihal awal berhubungan dengan serikat pekerja.

Waktu akhirnya membawa Nani menjadi bagian dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Mulanya ia tidak tahu apa-apa. Tidak mengerti berserikat. Tapi satu yang Nani sadari, ketika ada aksi massa, ia harus ada dan terlibat di dalamnya. Dia menyukai massa buruh yang berkumpul. Lebih-lebih jika jumlahnya besar. 

Pasca 1999, Nani Kusmaeni mulai meningkatkan keaktifannya di serikat pekerja. Sejak itu hingga sekarang, dia bersetia berjuang besama FSPMI. Meniti perjuangan dari bawah, keteguhan dan kesetiaan menjadikan dirinya dipercaya sebagai pengurus pusat FSPMI. Menduduki posisi Wakil Presiden Bidang Pendidikan.

Dengan lantang Nani Kusmaeni berkata, “Melalui serikat pekerja inilah kita bisa menyuarakan dan memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan kelas pekerja. Saya berbicara bukan hanya mewakili kepentingan pribadi, namun untuk kesejahteraan bersama. Saya menyadari penuh bahwa serikat adalah alat perjuangan.”

FSPMI merupakan salah satu inisiator berdirinya kembali Partai Buruh. Nani Kusmaeni menyebut, sehebat apapun perjuangan, kalau dilakukan sendirian tidak akan bisa. Begitu juga dengan Partai Buruh, yang lahir karena ketidakadilan, mustahil dijalankan sendirian. Butuh persatuan.

“Kita bisa berjuang bersama, karena ini adalah partai. Suaranya kan tidak mungkin hanya suara buruh saja. Sehingga menjadi penting bagi elemen masyarakat lainnya terlibat bersama di dalam Partai Buruh.”

Nani Kusmaeni beranggapan, terdapat kesamaan antara visi pribadinya dengan ideologi Partai Buruh. Sesuatu yang tidak dia temukan di partai politik lain. Tidak ada partai yang berani memperjuangkan visi kelas pekerja kecuali Partai Buruh. Itulah yang membuat Nani berjuang all out, termasuk mencalonkan diri sebagai Calon Legislatif (Caleg).

“Sejujurnya, tak ada keinginan untuk nyaleg. Tapi, kapan dan di manapun ditugaskan, saya akan bekerja dan menjalankan. Jadi pencalonan ini bukan semata kemauan saya, tapi tugas yang diberikan serikat dan partai. Kebetulan saya diberikan Dapil Jawa Barat VIII (Kab. Indramayu, Kab. Cirebon & Kota Cirebon). Di daerah kelahiran saya.”

Nani Kusmaeni telah kembali. Ke tanah kelahiran. Tanah yang mengajarinya ketidakmudahan hidup. Tempat pertama yang mendudiknya menjadi perempuan pejuang. Bertumbuh sebagai sosok yang tak mudah patah asa. Dia kembali ke Indramayu, kali ini dengan agenda juang kelas pekerja di sakunya.

“Tidak mungkin kita akan terus membiarkan. Suara kita dieksploitasi oleh partai pemilik modal. Kalau kita terus mendukung partai lain, maka kondisinya tidak akan berubah. Satu-satunya cara agar kondisi berubah ialah kita punya partai sendiri, dan kita wajib  memenangkannya", punkasnya dengan mimik membara.

Di partai, Nani Kusmaeni dipercaya menjabat Ketua Bidang Buruh, Upah, Jaminan Sosial dan Perumahan Rakyat. Dia menjadi bagian dari kader utama partai yang bertugas menyukseskan partai menembus ambang batas parlemen 4%. Target yang tak ringan, namun baginya sekaligus mengandung tantangan.

“Jangan pernah takut, sebelum kita mencoba dan berjuang secara sungguh-sungguh. Karena dengan kita berjuang, yakinlah Tuhan akan memberikan jalan.”

Dia, perempuan yang tak mudah takut. Bukan tak punya. Namun pandai menjinakkannya. Tahun depan, ketika Pemilu datang, dia akan mencoba menjinakkan hal lain: kotak suara. Persaksikan sejak sekarang, perempuan yang telah membenturkan dirinya berulang-ulang dengan kerasnya kenyataan, akan membawa kelas pekerja ke babak baru perjuangan. Tulis namanya baik-baik: Nani Kusmaeni.