Welfare State, Surga Kaum Kaya Swedia

14/11/2023 12:55 WIB

post-img

Dengan PDB per kapita 61.028 USD, Swedia tampak seperti cahaya lain dari Nordik. Angka itu lebih tinggi 10 ribu USD (per kepala) dibanding raksasa ekonomi Eropa, Jerman. Dua kalinya Spanyol, hampir tiga kali Portugal. Lebih dari dua belas kali lipat Ukraina. Pada tahun tersebut (2021), rata-rata Uni Eropa ada di nominal 38.454 USD. 

Memasuki 2023, upah minimum di Swedia nyaris menembus 2000 euro per bulan. Sebagai pembanding, pekerja Prancis yang gandrung melancarkan pemogokan dan melempar molotov, cuma menerima € 1.747. Amerika mematok upah minimum per jam 7,25 USD. Untuk durasi kerja yang sama, buruh Swedia bisa mengantongi double:  $14,50. 

Swedia dikenal memelihara masyarakatnya melalui rupa-rupa jaminan sosial. Orang tua menerima tunjangan anak yang dibayar bulanan, disebut 'Barnbidrag'. Pekerja Swedia berhak atas cuti 480 hari (upah dibayar penuh) ketika anak pertama lahir atau mereka melakukan adopsi. 

Ada pula jaminan pengangguran  selama 300 hari. Namanya: 'Arbetslöshetsersättning'. 9 dari 10 lidah orang Indonesia pasti keseleo membacanya. Pendek kata, model negara kesejahteraan Swedia  terkesan mentereng dan solid. Sampai pelan-pelan orang mulai bertanya, adakah itu kebenaran tunggalnya? 


*

Demi meninjaunya, kita bisa menyimak Niki Brodin Larsson dalam tulisan di bulan Agustus. Dia  banyak mengutip 'Greedy Sweden', sebuah buku berjudul asli 'Girig-Sverige'. Karya ini masuk enam buku terbaik Swedia tahun 2022 (August Prize). Pengarangnya bernama Andreas Cervenka, penulis terkemuka kolom ekonomi.

Cervenka mengungkap, orang super kaya menjadi amat kaya di Swedia dibanding semua negara lainnya. Para politikus telah menghapus pajak atas warisan, hibah, real estat, dan modal. Sementara sistem perpajakan lama atas laba dan dividen digantikan dengan tarif tetap. Tingkat pajak properti di Swedia lebih rendah dibandingkan Inggris dan Amerika.

Salah seorang politikus yang bertanggung jawab menerapkan perubahan tersebut yaitu Göran Persson. Dia berasal dari Partai Sosial Demokrat. Persson menjadi Perdana Menteri dari tahun 1996 hingga 2006. Sekarang dia menjadi kepala Swedbank. Bank itu sendiri bukan tanpa cela. Namanya masuk dalam sorotan Tranparency International.

Laporan independen setebal 218 halaman yang iterbitkan tahun 2020 menemukan bahwa Swedbank  dan cabang-cabangnya di Baltik secara aktif mencari klien dengan profil berisiko tinggi. Melibatkan transaksi senilai US$ 40 miliar antara tahun 2014 dan 2019. Mereka nyata-nyata mengabaikan kewajiban anti pencucian uang.

Reformasi ke arah kanan Göran Persson dilakukan bersama kolega Sosial Demokrasi-nya, Björn Folke Rosengren serta Pär Nuder (menteri keuangan 2004–2006). Langkah itu dilanjutkan Anders Borg dari Partai Konservatif (menteri keuangan 2006– 2014) dan Fredrik Reinfeldt (Perdana Menteri 2006–2014). Saat ini, semua nama di atas masuk dalam jajaran 0,5 persen orang terkaya Swedia. 

Di bawah asuhan Sosial Demokrasi, jumlah miliarder meroket. Pada 1996 hanya ada 28 miliarder, lantas menjadi 542 miliarder saat ini. Mereka menguasai 68 persen PDB, tiga puluh kali lebih besar dibandingkan tahun 1996. Faktanya, angka tersebut meningkat dua kali lipat hanya dalam dua tahun terakhir saja.

Dalam hal jumlah miliarder dolar per juta penduduk (dolar billionaires per million inhabitants), Swedia menempati peringkat keenam di dunia. Hanya Monaco, Saint Kitts dan Nevis, Liechtenstein, Guernsey, dan Hong Kong yang memiliki jumlah miliarder dolar per juta penduduk yang lebih banyak. 

Dengan delapan miliarder untuk setiap satu juta warganya, Swedia nyaris lima kali lebih ekstrem dari Amerika Serikat atas pengembangbiakkan taipan. Dan seperti biasa, dalam kapitalisme semua mantra 'Trickle-down economics' berakhir menjadi bualan. Menurut koefisien gini, Swedia merupakan negara kedua belas yang paling tidak setara di muka bumi.


*

Para miliarder Swedia tidak menciptakan kekayaan mereka melalui investasi produktif di industri. PDB per kapita dan produktivitas mengalami stagnasi sejak tahun 2007. Cervenka menyebut periode setelah krisis tahun 2008 sebagai 'dekade yang hilang'. Pertumbuhan per kapita praktis tidak ada antara tahun 2007-2014, hanya mencapai 0,4 persen per tahun dari 2007 hingga 2020.

Di sisi lain, Nasdaq Stockholm tumbuh hampir 800 persen dalam 25 tahun. Bursa saham  menunjukkan hasil luar biasa pada saat ekonomi riil sedang lesu. Dari 542 miliarder Swedia, 70 diantaranya memperoleh kekayaan melalui bisnis real estat. Mereka hampir tak melakukan investasi apa pun dalam pembangunan apartemen murah baru yang sangat dibutuhkan publik. 

Sebaliknya, mereka mengikuti modus operandi:

• Membeli real estat, menaikkan harga, lalu menjualnya kembali. 

• Melakukan renovasi kecil pada apartemen untuk membenarkan kenaikan harga sewa yang besar (terkadang hingga 50 persen). Melakukan penggusuran besar atas dalih renovasi, biasa disebut 'renoviction'.

• Membeli properti publik untuk disewakan ke sekolah, layanan kesehatan dan perawatan, dengan harga sewa berkali-kali lipat lebih tinggi dari nilai asli properti tersebut.

Sementara itu, bank-bank memperoleh keuntungan besar dari kenaikan harga rumah melalui pembayaran bunga pinjaman apartemen. Harga kondominium meningkat sebesar 800 persen sejak 1996. Pinjaman apartemen mewakili 60 persen keuntungan Swedbank, dan 50 persen keuntungan Handelsbanken.

Pasar lain yang menguntungkan dan menghancurkan kelas pekerja adalah pinjaman murah tanpa jaminan. Disebut 'pinjaman konsumsi' atau 'pinjaman blanco'. Klarna Bank telah memperoleh keuntungan besar di pasar ini, dan mereka dinilai lebih tinggi valuasinya dibandingkan Swedbank, SEB dan Handelsbanken. 

Volume 'pinjaman blanco'  meningkat sepuluh kali lipat antara tahun 2008 dan 2018. Jumlahnya hanya dua puluh persen dari total utang Swedia. Namun karena tingginya suku bunga, jumlah tersebut mencapai 50 persen dari pembayaran kembali pinjaman. Satu dari lima pelanggan  kredit konsumsi menghadapi penagih utang karena tak mampu membayar cicilan. Mirip kisah pinjol di negeri 'konoha'.

Terakhir, ada industri game kasino. Ini termasuk perusahaan seperti Evolution Gaming, yang baru-baru ini mencapai sepuluh besar perusahaan yang berdagang di Nasdaq Stockholm. Nilainya sekitar € 30 miliar. Perusahaan lain yang mendapat untung dari kecanduan judi termasuk Bettson, Netent, Kindred, dan Leovegas. Lagi-lagi ini mirip dengan kerusakan yang terjadi di 'konoha' yang malang. 


*

Swedia bukanlah cahaya bagi kelas pekerja. Model Welafare State dalam kapitalisme selalu menyediakan guillotine, alat pemancung kepala bagi rakyat pekerja. Di Swedia 'share' separuh penduduk termiskin telah menyusut dari 3,2 persen menjadi minus 2,4 persen sejak 2015. Dengan kata lain, mereka kini memiliki lebih banyak utang dibandingkan aset.

Satu dari tiga penduduk berusia 18–29 tahun menyatakan mereka jarang, atau bahkan tidak pernah, mempunyai sisa uang di akhir bulan. Mereka tak memiliki tabungan yang dapat digunakan untuk menangani pengeluaran tak terduga dalam jumlah kecil. Pada tahun 2019, 15 persen penduduk tergolong relatif miskin, yaitu memiliki pendapatan di bawah 60 persen median. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak survei ini dimulai.

Utang swasta melonjak karena meroketnya harga rumah, dari 90 menjadi 200 persen pendapatan tahunan pada tahun 1996–2021. Angka ini menempatkan Swedia mendekati peringkat teratas secara global. Saat ini, total utang (swasta dan pemerintah) mencapai 313 persen dari PDB, hampir dua kali lipat angka tahun 2005, dan kini melampaui AS, Italia, Inggris, dan Spanyol.

Dalam sebuah wawancara dengan harian ETC, salah seorang raja bisnis Swedia, Roger Akelius, menyatakan bahwa kesenjangan yang meningkat adalah “situasi yang sangat berbahaya” dan dia menambahkan: “Saya takut dengan apa yang terjadi, dan akan terjadi.”

Pria berkekayaan 7,8 milliar USD ini mengakui kecemasaannya sebagai kapitalis. Ada bara yang tengah merambat di antara sekam kering masyarakat Swedia. Si Kaya makin tajir melintir, kelas pekerja terus diamputasi kesejahteraannya. Sosial Demokrasi kerap memainkan peran sebagai 'mak comblang' untuk menyerahkan leher buruh kepada pengusaha.


*

Negara Kesejahteraan bukanlah hantu yang menakutkan bagi kelas kapitalis dimana saja, sebaliknya itu merupakan jebakan laten buat perjuangan kelas yang sungguh-sungguh. Ketidakcemasan kaum kaya atas model kolaborasi kelas itu bisa diekspresikan di banyak tempat dan kesempatan. 

Salah seorang Capres di Indonesia pekan lalu dalam 'Sarasehan 100 Ekonom' yang digelar oleh Institute for Development of Economics and Finance, berujar lantang :

"Kita sudah welfare state, kita akan bicara ke pemimpin buruh..."

Di lain waktu, partai yang berisi banyak kapitalis dan identik dengan kediktatoran Orde Baru, menetapkan visi Negara Kesejahteraan sejak lebih dari dua dasawarsa silam. Membuat rakyat pekerja menerima konsesi terbatas, -asal mereka makin jinak-, tentu bukan soal serius yang harus membuat dahi kaum uang berkeryit. Toh konsesi itu juga bisa diembat ulang, lalu perut kaum kaya makin gemuk, seperti yang terjadi di Swedia.

Welfare State bukan mimpi final kelas pekerja. Sama sekali bukan! Ia adalah surganya kapitalis, dengan sepuhan yang berbeda.

**


Penulis Adityo Fajar
Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi Partai Buruh