Sederet Rencana Aksi Buruh: Demo Besar-besaran hingga Mogok Kerja

17/07/2022 10:13 WIB

post-img

Jakarta - Dalam waktu dekat, buruh berencana melakukan tiga aksi dengan tuntutan berbeda. Beberapa tuntutan tersebut tidak terlepas dari perkara menyangkut upah buruh dan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Hal ini disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, dalam konferensi pers KSPI yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Bicaralah Buruh, Jumat (15/07/2022).

Aksi yang pertama adalah rencana aksi KSPI dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSMI), Partai Buruh di Mahkamah Agung dan Mendagri pada 18 Juli 2022. Aksi ini membawa tuntutan mengenai upah yang diintervensi oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan tentang peraturan terkait dengan pengadilan perburuhan di MA dan Mendagri.

Lebih lanjut, Said menyampaikan, aksi yang berikutnya ialah yang akan dilaksanakan di Balai Kota dan PTUN DKI pada Selasa 19 Juli. Tuntutannya ialah mendukung Gubernur Anies terhadap keputusan UMP DKI naik sebanyak 5,1 %. Kemudian tuntutan kedua, meminta Gubernur Anies untuk banding ke Mahkamah Agung. Aksi ini akan diorganisir oleh KSPI Jakarta dan Partai Buruh Jakarta, dan diikuti oleh sekitar 500-1.000 buruh.

"Aksi ini akan diorganisir oleh KSPI Jakarta dan Partai Buruh Jakarta. Ada kurang lebih sebanyak 500-1.000 buruh yang tercatat akan aksi di Balai Jakarta dan PTUN Jakarta pada Selasa 19 Juli 2022," kata Said Jumat, (15/7/2022).
Di sisi lain, Said menambahkan, putusan PTUN mengenai UMP DKI tersebut pun tidak dapat dijalankan ke depannya. Hal ini dikarenakan dalam waktu dekat, UMP ataupun Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) yang baru akan muncul.

"Aksi ketiga, mogok nasional stop produksi kalo gugatan UU P3 dari buruh dikalahkan dan dilanjutkan pembahasan Omnibus law. Tanggal dan bulan belum ditentukan," ujar Said.
Dalam aksi yang belum ditetapkan waktu pastinya ini, Said menjelaskan, akan ada 5 juta buruh dari 34 provinsi dan 15 ribu pabrik yang turut berpartisipasi dengan menghentikan pekerjaannya.

"Melibatkan 5 juta buruh termasuk ojek online (ojol), pengemudi, petani, nelayan, pekerja rumah tangga (RT), buruh migran, dan kelompok-kelompok lain yang bernaung di Partai Buruh," ujarnya.

Ia mengancam, aksi ini akan digelar apabila gugatan UU P3 ditolak oleh hakim MK, dilanjutkan dengan DPR dan pemerintah memaksakan kehendak membahas omnibus law atau UU Cipta Kerja.
Sementara itu, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz menjelaskan lebih lanjut soal aksi yang akan digelar para buruh itu. Aksi mogok produksi itu merupakan tindak lanjut dari gugatan yang dilayangkan oleh buruh menyangkut beberapa perkara.

Perkara-perkara inilah yang juga melandasi penyelenggaraan kasi tanggal 18 Juli di ibu kota. Perkara pertama ialah soal intervensi kuat Mendagri terhadap proses penetapan UMP dan UMK oleh kepala daerah. Buruh menganggap, gubernur di daerah-daerah sudah tidak punya keleluasaan dan tidak lagi berkomunikasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

"Upah itu kan salah satunya domainnya Kemnaker sebenarnya di nasionalnya. Tapi sekarang gubernur lebih tunduk dan patuh terhadap menteri dalam negeri," tutur Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz.
"Besok Senin kami akan coba suarakan. Meminta Mendagri untuk tidak terlalu ikut campur dalam proses Gubernur dalam menetapkan UMP dan UMK," tambahnya.

Perkara kedua, menyangkut revisi UU P3, di mana buruh menilai, UU ini dijadikan DPR untuk membawa Omnibus Law UU Cipta Kerja. Akhirnya memohon dan menggugat uji formil dan materiil terhadap UU P3 itu sudah bersidang kemarin tgl 14 Juli 2022.

Sementara itu, perkara berikutnya yang dipermasalahkan ialah Mahkamah Agung yang secara tiba-tiba menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021.

Surat ini dikeluarkan sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan. Yang dipermasalahkan ialah salah satu kamarnya, yakni kamar perdata khusus yang mengatur Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) menggunakan UU Cipta Kerja dalam memutuskan perkara.

Di sisi lain, sebelumnya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa UU Cipta Kerja atau Omnibus Law cacat formil. Oleh sebab itu, buruh meminta MK membatalkan atau setidaknya merevisi kamar PHI tersebut.

"Dengan demikian, apapun perselisihan yang dinaikkan sampai ke PHI, maka sudah dipastikan kaum buruh akan kalah total," ujar Riden.



Sumber : finance.detik.com
Penulis : Shafira Cendra Arini