Presiden Partai Buruh Kritik Pasal Penghinaan Presiden pada RKUHP, Sebut Bahayakan Demokrasi

04/07/2022 11:06 WIB

post-img

--Sebaran Berita Partai Buruh dari berbagai Media--

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyatakan, Partai Buruh menolak Rancangan Undang-undang KUHP yang saat ini bergulir di parlemen. Ia menyampaikan, RUU KUHP membahayakan demokrasi. Beberapa pasal dinilai bukannya melindungi warga secara umum, melainkan menjadi tameng penguasa. Said mengambil contoh soal pasal penyerangan harkat dan martabat presiden-wakil presiden yang disebut merupakan pasal karet dan membuka tafsir sesuka hati penguasa. "Ketika warga negara melakukan kritik keras atas kebijakan presiden atau pejabat negara, mereka bisa saja dianggap melakukan penghinaan dan selanjutnya dipenjara," jelas Said dalam keterangan tertulis, Minggu (3/7/2022).

Ia lantas menyebutkan bahwa setiap warga negara sama kedudukannya di mata hukum dan hal tersebut dijamin dalam UUD 1945 selaku sumber hukum di negeri ini. "Mau dia sorang pemulung, ojek online, pedagang jamu gendong, petani, nelayan, di mata hukum sama kedudukan dengan presiden," terangnya. "Lalu mengapa menghina presiden, yang bisa jadi itu adalah bentuk kritik, bisa dipidana? Apakah presiden sebagai sebuah jabatan bisa merasa terhina? Apakah kebijakan yang merugikan rakyat dan tidak sesuai dengam aspirasi rakyat bukan sebuah penghinaan bagi rakyat?" ungkap Said. Terlebih, pasal penghinaan presiden sudah pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Namun, beleid ini dihidupkan kembali, dan hanya diberi embel-embel bahwa pasal ini berlaku delik aduan. "Partai Buruh sebagai partai gerakan berkepentingan untuk melawan RUU KUPH yang merugikan rakyat," ujar Said. Pemerintah hingga saat ini belum membuka draf RUU KUHP dengan dalih masih dalam tahap penyempurnaan.

Praktis, draf RUU KUHP yang bisa dijadikan acuan adalah draf versi 2019 yang memicu gelombang protes besar-besaran dan memakan 5 korban jiwa. Pasal penyerangan harkat dan martabat presiden-wakil presiden ada pada Pasal 218 dan 219 dengan hukuman maksimum 3,5 tahun penjara. Lalu, Pasal 240 dan 241 juga mengatur soal pidana terhadap setiap orang yang menghina pemerintahan yang sah dengan kurungan maksimum 4 tahun.


Sumber : nasional.kompas.com
Penulis : Vitorio Mantalean 
Editor : Krisiandi