Kurir Meninggal Saat Anter Paket, Partai Buruh Mengutuk Keras Eksploitasi

18/02/2023 08:57 WIB

post-img

Jakarta - Seorang kurir berinisial YS, dilaporkan meninggal dunia saat tengah mengirim paket di Perumahan Intercon Blok K, Kembangan, Jakarta Barat, pada Rabu (15/02/23). Kurir tersebut ditemukan terjatuh di depan rumah pelanggan, dalam posisi tengkurap, dengan kondisi meninggal dunia sekitar pukul 14.09 WIB.

Di sampingnya, ditemukan juga sebuah Motor Honda Vario, berpelat nomor B 4851 BUI, lengkap dengan keranjang berisi paket, tersusun rapi di atas motor tersebut, yang belum sempat dikirimkan. YS sendiri merupakan salah satu kurir yang bekerja di PT Satria Antaran Prima Tbk atau SAP Express. Diketahui, YS juga memiliki riwayat penyakit jantung.

Namun yang jadi persoalan, ialah saat ini, para ojek online atau kurir online diklasifikasikan sebagai 'mitra', oleh perusahaan. Istilah hubungan kemitraan lazim terdengar dalam diskusi terkait ketenagakerjaan di Indonesia, berbarengan dengan menjamurnya platform-platform gig economy.

Dari sisi hukum ketenagakerjaan, hal yang membedakan gig economy dengan jenis pekerjaan pada umumnya adalah kategorisasi para pekerja sebagai partner atau mitra. Mereka tidak memiliki hubungan kerja dengan perusahaan gig, melainkan hanya terikat dengan hubungan kemitraan. Akibatnya, para pekerja ini tidak mendapatkan hak-hak dan perlindungan hukum selayaknya karyawan dari perusahaan tersebut.

Sebuah penelitian dari Science Open yang diterbitkan pada Januari 2021 menunjukkan bahwa pekerja gig di Indonesia bekerja rata-rata 12 jam dalam sehari. Artinya, rata-rata jam kerja pekerja gig tersebut sudah melebihi dari jam kerja yang diatur di dalam UU Ketenagakerjaan, yakni 7-8 jam per hari, dengan batas maksimum 40 jam per minggu.

Selama ini, istilah hubungan kemitraan tidak tercakup dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya. Istilah “kemitraan” justru ada dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Namun, perlu diingat bahwa konteks kemitraan yang diatur dalam UU ini berbeda dengan kemitraan yang sekarang banyak terjadi di lapangan.

Praktik hubungan kemitraan antara perusahaan platform, dan driver online atau kurir sangat bertentangan dengan UU No. 20 Tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan PP No. 17 Tahun 2013, tentang pelaksanaan UU tersebut yang mengatur tentang kemitraan.

Lantaran, praktik kemitraan yang berjalan tidak menerapkan prinsip-prinsip kemitraan yaitu saling memerlukan, saling mempercayai, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, seperti aturan dalam Pasal 1 Ayat 13 UU 20 Tahun 2008.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengkritik pemerintah yang dinilainya abai terhadap pekerja dengan status mitra ini. Secara hukum, menurutnya, kriteria pekerja mitra termasuk dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan. Pasal 1 ayat 15 UU tersebut mengatakan, “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”

“Siapa pun yang ada tiga hal tersebut maka ia disebut pekerja,” kata Said Iqbal.

Oleh sebab itu, Partai Buruh, sebagai partai kelas pekerja, yang juga termasuk driver online atau kurir online sebagai konstituen di dalamnya. Mengutuk keras eksploitasi terhadap kurir pengantar paket, termasuk driver online. Apalagi jika kemudian dipekerjakan hingga kelelahan. Pemerintah harus segera membuat kebijakan untuk melindungi para driver atau kurir sebagai pekerja. Sehingga mereka terlindungi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan terhindar dari sistem kerja yang eksploitatif, dan diskriminatif.