Wahyudi, Nelayan Pengambengan Yang Gabung Partai Buruh Gara-Gara Persoalan Ini

25/10/2023 08:09 WIB

post-img
Negara, Wahyudi adalah seorang nelayan asal Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabipaten Jembrana, Bali. Dirinya sudah menekuni dunia penangkapan ikan sejak puluhan tahun silam. Wahyudi bercerita bahwa ombak besar yang sempat melanda perairan selat Bali tidaklah terlalu menjadi persoalan bagi para nelayan. Persoalan yang jauh lebih menyulitkan nelayan adalah kesulitan mendapatkan solar untuk bisa menyalakan mesin tempel pada perahu mereka. “Solar langka dicari di Kota Negara, sekalinya ada kita harus berebut dengan kendaraan bus dan truk ekspedisi Jawa – Bali,” tutur Wahyudi dengan wajah prihatin, disela kegiatan Bimtek Caleg DPRD Provinsi & Kabupaten / Kota Se-Bali dari Partai Buruh, Selasa (24/10/2023). Wahyudi menyebut untuk satu perahu berawak 50 orang dengan kapasitas 30 ton dibutuhkan 300 liter BBM jenis solar untuk berlayar 1 malam pulang pergi. “Iya, satu malam berangkat bolak balik butuh 300 liter solar. Seliter harganya Rp. 6.000 namun semenjak langka, harga per liter bisa melonjak jadi Rp. 18.000 per liter. Bahkan sering juga kita berburu solar sampai ke Muncar, Banyuwangi,” ujar Wahyudi. Hasil tangkapan Wahyudi dan kawan-kawan biasanya Ikan Lemuru, Ikan Layang, dan Ikan Tongkol yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhan Nusantara, Pengambengan. Hasil tersebut dikumpulkan dan baru dibagikan ke awak kapal berkisar Rp. 3 juta sebulannya. Namun derita nelayan Pengambengan semakin bertambah dengan merosotnya harga ikan. “Penyebabnya juga karena kelangkaan solar tadi. Karena begitu nelayan mendapat solar, kita lalu beramai-ramai melaut dan hasilnya berlimpah ruah sehingga menyebabkan hasil tangkapan kami ditawar murah,” cerita Wahyudi. Dirinya kemudian menyampaikan bahwa sebenarnya kenaikan harga solar sampai menembus 3 kali lipat masih bisa diterima nelayan, asalkan jangan sampai langka dan susah dicari. “Solar sudah langka, lalu harganya naik 300 persen. Kalau harganya mahal tapi pasti bisa didapat, kita akan lebih enak mengatur jadwal penangkapan sehingga kami bisa tetap menjaga harga jual ikan sepantasnya,” jelas Wahyudi. Segala persoalan ini menyebabkan Wahyudi baru merasakan pentingnya Nelayan untuk terjun ke dunia Politik, membuat regulasi yang berpihak pada Nelayan. ” Setahu kita Indonesia adalah negara penghasil minyak. Lalu kenapa kita kesulitan minyak? Kalau pemerintah tidak bisa mengatasi kelangkaan minyak sehingga nelayan tak bisa melaut, seharusnya pemerintah memberi bantuan sosial pada para nelayan sebagai kompensasi. Jika menganggur keluarga kami bisa makan apa ?”, ucap Wahyudi beretorka. Wahyudi kemudian menyampakain bahwa jika bukan nelayan, siapa lagi yang akan memikirkan nasib nelayan. Tidak juga menyalahkan pejabat dan anggota dewan, wajar mereka tidak tahu penderitaan nelayan karena mereka tidak berlatar belakang seorang pelayan atau minimal berasal dari keluarga nelayan. Dirinya kemudian memutuskan untuk bergabung bersama Partai Buruh yang salah satu garis perjuangannya adalah untuk mensejahterakan nelayan. “ini partai wong cilik sesungguhnya. Pengurus partai, caleg dan kadernya rata-rata memang berasal dari kalangan wong cilik. Ini partai solidaritas yang sesungguhnya. Setiap kegiatan dibiayai dengan cara patungan”, ujar Wahyudi. Salah satu baliho caleg Partai Buruh yang dibiayai secara patungan oleh masyarakat peternak babi Karangasem Dirinya berharap Partai Buruh nantinya dapat diterima masyarakat, terutama kelas pekerja yang berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan. “Partai lain pasti merekrut Bacaleg dari kalangan pengusaha supaya bisa mendanai kampanye, beda dengan Partai Buruh, bacaleg yang didaftarkan ada yang loper koran, pengendara ojek, juga nelayan. Untuk memproduksi spanduk pun kita patungan seadanya. Semoga dapat lolos sebagai anggota dewan dan bisa membuat perubahan” tutup Wahyudi dengan penuh pengharapan.