Partai Buruh: Tegakkan Keadilan Agraria untuk Rakyat Pulau Rempang

11/09/2023 19:19 WIB

post-img

 

Jakarta, Partaiburuh.or.id - Bentrokan di Pulau Rempang, Provinsi Kepulauan Riau, pada Kamis (07/09) menggegerkan secara nasional. Peristiwa itu berlangsung antara masyarakat yang menolak kedatangan petugas gabungan yang dikoordinir Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam).

Maksud dari kedatangan aparat yakni untuk memasang patok tata batas. Rakyat Pulau Rempang termasuk masyarakat adat yang telah tinggal di Pulau Rempang sejak Tahun 1834 menolak relokasi atas pembangunan kawasan industri di tanah seluas 17 ribu hektare.

Kepolisian setempat bahkan menargetkan pada tanggal 28 September 2023, Pulau Rempang harus clean and clear untuk diserahkan kepada pengembang PT. Makmur Elok Graha (MEG). Perusahaan ini merupakan Grup Artha Graha yang memiliki nilai investasi sebesar Rp. 381 triliun yang akan terus dikucurkan sampai dengan 2080.

Koordinator Posko Orange Pusat Partai Buruh, Saipul Anwar, menilai bahwa investasi tidak boleh dijadikan dalih untuk mengusir rakyat dari tanah kelahirannya sejak berabad-abad lalu.

"Pemerintah menyatakan hanya meneruskan apa yang sudah dibuat pada masa pemerintahan tahun 2004, namun menurut kami tetap saja itu bukan suatu pembenaran, apalagi dalam pelaksanaan lapangan dilakukan dengan tindakan yang arogan dan represif", ujar Anwar yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Hukum Exco Pusat Partai Buruh ini.

"Jika tidak ditangani dengan pendekatan kemanusiaan dan keadilan, sampai dengan batas akhir waktu relokasi tanggal 28 September 2023 kelak, bukan tidak mungkin bentrokan akan kembali terulang bahkan berpotensi lebih buruk. Partai Buruh akan selalu ada untuk memperjuangkan secara litigasi dan non-litigasi", tambahnya.

Berdasarkan keterangan Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang dan Galang, rakyat tidak menolak pembangunan, tetapi menolak direlokasi. Setidaknya terdapat 16 titik kampung warga di kawasan Pulau Rempang yang dihuni antara lain oleh Suku Melayu, Suku Orang Laut, dan Suku Orang Darat, setidaknya sejak 189 tahun silam.

Pembangunan Kawasan Rempang Eco-City merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dimuat dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023. Boleh jadi kebijakan tersebut tanpa ada dirundingkan terlebih dahulu kepada masyarakat, hanya diatas meja. Sebab relokasi yang direncanakan tak menimbang sama sekali ruang hidup rakyat yang telah hidup di Pulau Rempang.

Menyikapi ini, Angga Hermanda, Ketua Bidang Reforma Agraria dan Kedaulatan Pangan Exco Pusat Partai Buruh, menyatakan bentrokan Pulau Rempang ini berbanding terbalik dengan pendekatan Presiden Joko Widodo. Presiden dalam sewindu terakhir ini telah fokus menunaikan Reforma Agraria dan Penyelesaian Konflik Agraria melalui redistribusi tanah seluas 9 Juta Hektare. 

"Presiden justru punya program prioritas membagikan tanah kepada petani, masyarakat adat, dan takyat tak bertanah. Kemudian melegalisasi tanah yang sudah ditinggali berpuluh tahun oleh rakyat. Namun peristiwa Pulau Rempang sesungguhnya meruntuhkan semangat Presiden Joko Widodo tersebut", ungkapnya.

Bagi Partai Buruh solusi relokasi tidak lah tepat. Apalagi rumah yang dijanjikan BP Batam untuk warga Rempang yang terimbas relokasi baru selesai pada Agustus 2024, atau pada tahun depan. Sementara tawaran relokasi Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Kota Batam tidak representatif dan akan menghapus kehidupan serta budaya di Pulau Rempang selama ini.

Berdasarkan itu, Partai Buruh memohon kepada Presiden Joko Widodo untuk mengambil sikap tegas menegakkan keadilan agraria, dengan membatalkan PSN Pulau Rempang, termasuk mencabut HGU perusahaan yang sudah terlanjur diberikan. Kebijakan itu terbukti telah menyulut bentrokan, mengancam hak atas tanah, merusak wilayah adat, dan mengganggu kehidupan 16 kampung di Pulau Rempang.

Menurut Angga, Presiden Joko Widodo harus merujuk istilah “salus populi suprema lex esto”, yang berarti keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara.